BUKA atau PT Bukalapak merupakan pencetak rekor di BEI dalam 2 hal

  1. Startup pertama yang melakukan IPO
  2. IPO dengan nilai terbesar sepanjang sejarah (sampai artikel ini ditulis tanggal 21 Januari 2022)

Namun kenyataannya berkata lain. Setelah 2 hari naik ternyata sekarang sudah turun hingga 50% lebih dari harga IPO dan minus lebih dari 70% dari harga tertingginya.

Apa yang sebenarnya terjadi?

Jelas kita tidak tau karena bursa saham sangat misterius dan dinamis.

Mungkin ada beberapa hal yang bisa menjadi sedikit penyebabnya. Pak Rudiyanto dalam twitnya mengatakan bahwa penyebab harga saham turun ada beberapa hal seperti

– laporan keuangan kurang bagus / Mahal

– pola grafiknya sedang tren turun shg keluar rekomen jual

– Investornya lagi BU atau kena margin call

– Investornya strategis jua

Twit beliau bisa dilihat disini

Bagaimana dengan Bukalapak? Kita tidak tau.

Namun saya akan memberikan opini sendiri terkait saham BUKA ini dari 3 sudut pandang yaitu startup, kinerja perusahaan (fundamental) dan kinerja saham

Mau Konsultasi Saham Online Dengan GRATIS?

Temukan Saham Fundamental Bagus, Undervalue dan Di Bawah Rp 1000/ lembar

Belajar Langsung Analisa Value Investing GRATIS Via Telegram di

Follow Instagram InveStory ID untuk hiburan bursa saham

A. Startup

Menurut saya ada beberapa hal yang membuat Bukalapak terus mengalami penurunan yaitu dari sisi :

1. Founder

Saya pernah menulis tentang konsep Founder di startup di link berikut 4 Hal Yang Membuat Kamu Seharusnya TIDAK IKUT IPO Saham Bukalapak. No 2 WAJIB Diperhatikan, namun saya akan menuliskan kembali terkait betapa pentingnya seorang founder bagi sebuah startup.

Wilson Cuaca (Pendiri dan Managing Partner East Ventures) mengatakan bahwa dalam memberikan investasi dia akan melihat foundernya.

Jika ingin melihat kinerja startup maka lihatlah dulu “siap matinya” founder.

VP Business Development Ideosource, Andrias Ekoyuono mengatakan, modal utama perusahaan Internet adalah “otak” dari si pendiri.

Seorang pendiri, dituntut untuk memiliki kemampuan dalam menjawab masalah pasar dan masalah internal di perusahaannya. Ia diharap bisa mengeksekusi ide-ide besar sehingga menjadi kenyataan.

Nah sekarang kita lihat Bukalapak ini.

Semua founder dari Bukalapak sudah mundur atau exit dari perusahaan walopun masih memiliki sahamnya. Berikut ini data pemegang saham Bukalapak yang saya ambil dari prospektusnya

Lihat no 6, 26 dan 30 (founder dari Bukalapak)

Menurut catatan Wikipedia, Bukalapak didirikan oleh 3 orang yaitu Achmad Zaky, Nugroho Herucahyono, dan Muhamad Fajrin Rasyid pada tahun 2010.

Bagaimana kondisi para founder tersebut saat Bukalapak mau IPO? Ya ketiga founder Bukalapak sudah meninggalkan Bukalapak.

Achmad Zaky mundur pada Desember 2019, Nugroho Herucahyono keluar April 2020 dan Muhamad Fajrin Rasyid mundur Juni 2020.

Nah sekarang kita bisa bandingkan dengan 2 perusahaan yang sekarang menjadi 1 yaitu Gojek dan Tokopedia.

Kenapa Gojek? Karena Gojek atau GoTo sebentar lagi IPO sehingga dari sisi ini bisa dibandingkan.

Gojek didirikan oleh Nadiem dan cofoundernya adalah Kevin Aluwi. Memang sekarang Nadiem Makarim selaku founder dan CEO sudah meninggalkan Gojek semenjak ditunjuk menjadi Menteri.

Namun posisi CEO bukanlah dijabat oleh orang luar tetapi dijabat oleh cofoundernya yaitu Kevin Aluwi (Baca detail tentang Kevin Aluwi disini)

Dan sekarang ini GoTo sudah bersiap untuk melakukan IPO dan yang menjadi CEO dari GoTo adalah Andre Soelistyo.

Setau saya beliau bukanlah jajaran founder atau cofounder, tetapi beliau merupakan orang dari Northstar yaitu investor pertama Gojek dan Andre Soelistyo ini menjadi Presiden Gojek sebelum menjadi co-ceo dan sekarang menjadi Ceo GoTo.

Andre adalah sosok di belakang proses Gojek melakukan diversifikasi layanan konsumen. Selain itu, ia jugalah yang mengawal proses penggalangan dana hingga lebih dari 5 miliar dollar AS dari investor mulai dari Google, Tencent Holdings, Astra International, KKR & Co, serta Warburg Pincus.

Artinya adalah yang mempersiapkan IPO memang masih orang dari Gojek bukan profesional.

Kenapa Tokopedia? Karena Tokopedia adalah perusahaan yang memiliki usaha yang sama dengan Bukalapak.

Selain itu Tokopedia didirikan oleh William Tanuwijaya dan Leontinus Alpha Edison dan sekarang keduanya masih ada dalam jajaran pimpinan.

Dengan keluarnya para pendiri alias founder membuat ruh startupnya menjadi hilang dan semangat juang siap “hidup mati” dari founder menjadi hilang.

– Jumlah kunjungan/ download

Matrik berikutnya untuk melihat sebuah startup atau aplikasi memang populer adalah dari sisi jumlah kunjungan atau jumlah download aplikasinya.

Memang matrik ini tidaklah valid tetapi tidak ada salahnya kita jadikan acuan juga untuk melihat dari sisi kepopuleran sebuah startup.

Disini saya hanya akan menyajikan jumlah kunjungan saja. Data diambil dari web https://www.medcom.id/ berdasar Q2 Tahun 2021

Sumber :https://www.medcom.id/ekonomi/ekonomi-digital/wkB4L6lN-e-commerce-ini-paling-banyak-dikunjungi-di-indonesia

Jika melihat data di atas lumayan ada jarak antara Shopee sebagai pemimpin dengan Bukalapak.

Dan jika dibandingkan dengan Tokopedia yang sama-sama buatan dalam negeri pun ada jarak yang jauh.

Dari sisi kunjungan maupun download, Bukalapak sudah jauh tertinggal. dibanding pesaing.

Kinerja

Jika dari sisi founder cofounder sudah dilihat, dari sisi penggunaan juga sudah maka opsi berikutnya untuk melihat suatu kinerja startup menggunakan matrik GMV.

Istilah GMV atau Gross Merchandise Value dapat diartikan sebagai total pembelian yang terjadi melalui situs atau aplikasi selama periode waktu tertentu.

Dalam hal ini, biasanya startup menghitung GMV per kuartal atau per tahun. Sekilas, GMV memang terlihat mirip seperti revenue. Itulah kenapa beberapa orang kerap salah mengartikan GMV sebagai pendapatan atau revenue.

Meski sama-sama menghitung total pembelian pengguna dalam periode waktu tertentu, transaksi yang terjadi dalam situs atau aplikasi biasanya tidak langsung masuk ke kantong perusahaan.

Itulah kenapa GMV tidak bisa dijadikan sebagai acuan total pemasukan startup. Tidak semua startup bisa menggunakan metrik GMV untuk mengukur pertumbuhan finansialnya. Biasanya, metrik ini lebih cocok digunakan pada startup berjenis e-commerce.

Bagaimana dengan GMV Bukalapak?

Kami mengambil data dari https://katadata.co.id/ untuk melihat GMV Bukalapak dan startup sejenis untuk Tahun 2020.

1. Shopee, memiliki nilai transaksi per jam terbesar di Indonesia. Dengan GMV senilai US$ 14,2 miliar pada 2021, ini berarti nilai transaksi per jam Shopee mencapai US$ 1,6 juta (Rp 23 miliar).

2. Tokopedia, yang tahun ini melakukan merger dengan Gojek, berada di peringkat kedua. Nilai GMV di Tokopedia mencapai US$ 1,59 juta atau Rp 22,7 miliar per jam. Dalam setahun, GMV Tokopedia mencapai US$ 14 miliar.

3. Lazada berada di peringkat ketiga dengan nilai transaksi mencapai US$ 513.700 (Rp7,3 miliar) per jamnya. Anak usaha Alibaba Group ini memiliki GMV sebesar US$ 4,5 miliar pada 2021.

4. Bukalapak memiliki nilai transaksi senilai US$342.500 (Rp4,9 miliar) per jam. Dalam setahun, Bukalapak memiliki GMV senilai US$ 3 miliar.

Gimana? Bukalapak sudah jauh tertinggal dibanding pesaingnya.

Kita sendiri

Nah ini adalah pertanyaan terakhir yang seharusnya kalian bisa menjawab sendiri.

Kalian menggunakan Bukalapak baik visit lewat web maupun mendownload aplikasinya?

Kapan terakhir membeli produk di Bukalapak?

Mau Konsultasi Saham Online Dengan GRATIS?

Temukan Saham Fundamental Bagus, Undervalue dan Di Bawah Rp 1000/ lembar

Belajar Langsung Analisa Value Investing GRATIS Via Telegram di

Follow Instagram InveStory ID untuk hiburan bursa saham

B. Kinerja perusahaan

Karena Bukalapak sudah melakukan IPO maka kita bisa menilai menggunakan rasio fundamental secara sederhana ya (Walopun sebenarnya belum valid karena baru saja IPO, tetapi tidak apa-apa ya)

Aset Bukalapak meningkat sangat signifikan karena adanya kenaikan uang cash hasil dari IPO senilai Rp 21.9T. Di tahun 2020 cash Bukalapak hanya kisaran Rp 1.4T dan di Q3 Tahun 2021 ada uang cash sebesar 23.6T sehingga aset Bukalapak sekarang di kisaran Rp 25.01T dibanding tahun 2020 sebesar Rp 2.5T.

Untuk pendapatan meningkat dari Rp 948M menjadi Rp 1.3T. namun Bukalapak tetap mencatat rugi bersih sebesar Rp 1.1T.

Sampai disini adalah tentang mengapa saham Bukalapak terus mengalami penurunan.

Namun apakah berarti masa depan BUKA secara kinerja perusahaan buruk?

Apakah saham Bukalapak masih ada harapan naik?

Masih dan peluang itu masih sangat besar.

Menurut saya masih ada harapan apalagi setelah kita bahas bahwa BUKA adalah perusahaan yang melakukan IPO dengan nilai transaksi terbesar sepanjang sejarah yaitu Rp 21.9T.

Artinya saat ini BUKA memiliki uang cash sebesar Rp 23.6T. Sangat jarang perusahaan di BEI yang mempunyai uang cash sebanyak itu dan BUKA bisa melakukan apapun untuk menggunakannya.

Kemaren BUKA melakukan RUPSLB dan salah satu agendanya adalah mengganti penggunaan dana IPO.

Berikut penggunaan dana IPO berdasar prospektusnya :

A. Sekitar 66% (enam puluh enam persen) akan digunakan oleh Perseroan untuk modal kerja.
B. Sisanya akan digunakan untuk modal kerja Entitas Anak, yaitu:
i. Sekitar 15% (lima belas persen) dialokasikan kepada PT Buka Mitra Indonesia (“BMI”);
ii. Sekitar 15% (lima belas persen) dialokasikan kepada PT Buka Usaha Indonesia (“BUI”);
xxi
iii. Sekitar 1% (satu persen) dialokasikan kepada PT Buka Investasi Bersama (“BIB”);
iv. Sekitar 1% (satu persen) dialokasikan kepada PT Buka Pengadaan Indonesia (“BPI”);
v. Sekitar 1% (satu persen) dialokasikan kepada Bukalapak Pte. Ltd. (“BLSG”); dan
vi. Sekitar 1% (satu persen) dialokasikan kepada PT Five Jack (“Five Jack Indonesia”)

Dan berikut penggunaan uang IPO setelah dilakukan perubahan :

Rencana penggunaan dana hasil IPO BUKA menjadi sekitar 33% digunakan untuk modal kerja. Sekitar 34% akan digunakan sebagai modal kerja entitas anak.

Entitas anak yang dimaksud adalah PT Buka Mitra Indonesia dan PT Buka Usaha Indonesia yang dialokasikan masing-masing 15%. Lainnya, dialokasikan untuk PT Buka Investasi Bersama,  PT Buka Pengadaan Indonesia, Bukalapak Pte. Ltd, dan PT Five Jack sebesar masing-masing 1%.

Sementara sisanya (33%) akan digunakan untuk pertumbuhan dan/atau pengembangan usaha Bukalapak dan entitas anak, termasuk pembelian saham dan/atau aset, dan/atau penyertaan saham pada satu atau lebih perusahaan termasuk dalam rangka perjanjian patungan (joint venture), dan metode transaksi lain yang sesuai, serta pelunasan fasilitas pinjaman yang digunakan untuk keperluan pertumbuhan dan/atau pengembangan usaha baik yang sekarang ada maupun yang akan datang.

Sebenarnya ada isu BUKA masih ingin tetap berjuang di ecommerce (walopun uang IPO sudah berganti peruntukannya) dengan menggandeng Transmart walopun kabar ini dibantah oleh Presiden Bukalapak Teddy Oetomo.

Isu itu berhembus karena BUKA membeli saham Bank Allo (BBHI).

Di atas sudah dijelaskan bahwa Bukalapak mengubah penggunaan uang IPO dan 33%nya akan digunakan untuk pembelian saham dan/atau aset, dan/atau penyertaan saham.

Melihat hal ini maka BUKA bisa saja berubah menjadi perusahaan investasi seperti SRTG dan nyatanya sudah dilakukan dengan membeli BBHI. Bahkan katanya Bukalapak sudah untung secara di atas kertas karena membeli BBHI di harga murah.

Berikut cuplikan yang saya ambil dari web https://finansial.bisnis.com/

“Perseroan telah memiliki 2.497.816.903 saham dengan nilai nominal Rp100 per saham, yang mewakili 11,49 persen dari total saham di Allo Bank,” jelas Sekretaris Perusahaan PT Bukalapak.com Tbk. (BUKA) Perdana A. Saputro Kamis (20/1/2022).

Kepemilikan saham tersebut dilakukan dengan harga pelaksanaan atas investasi saham di Allo Bank senilai Rp478 per saham atau seluruhnya berjumlah Rp1.193.956.479.634 (Rp1,19 triliun).

Bukalapak membeli saham BBHI di harga Rp 478. Tebak harga BBHI sekarang berapa?

Ya teman-teman tidak salah lihat. Harga BBHI yang dibeli oleh Bukalapak sebesar Rp 478 perak sekarang menjadi Rp 5525.

Wow.

Punya uang cash trilyunan, sudah floating profit multibagger.

Hal inilah yang menjadi future value dari Bukalapak.

C. Kinerja Saham

Dibalik calon gemerlap lap keu Bukalapak di q4 atau tahunan 2021, Bukalapak masih menyimpan duka.

Ya harga saham Bukalapak sudah turun cukup dalam dibanding harga IPOnya Rp 850 dan turun lebih dalam lagi jika mau dibandingkan dengan ATH-nya yaitu Rp 1325.

Harga saham Bukalapak sudah turun sebesar 60% lebih.

Entahlah gimana rasanya bagi yang beli di harga pucuk.

Tetapi secara rasio-rasio gimana sih kinerja saham Bukalapak?

Jika menggunakan harga Rp 402 dan Q3 Tahun 2021 maka :

  • Book Value : 232
  • PBV : 1.73X
  • PER : -27.57X (EPSnya masih minus)
  • DER : 4.46%
  • Cash Ratio : 2448.38%

Berapa harga wajar Bukalapak? Jika menggunakan Graham Number jelas tidak bisa ya karena EPSnya masih minus.

Sebenarnya secara rasio sederhana ini BUKA belum layak invest.

Nah karena sudah kepanjangan saya beri kesimpulan saja ya

“Kalo melihat kinerja sekarang, Bukalapak masih belum layak investasi baik dari sisi value, growth, dividen maupun core.

Tetapi jika teman-teman percaya dengan kemampuan manajemen untuk mengelola dana IPO yang didapat maka kemungkinan BUKA akan memiliki masa depan yang cerah SANGAT BESAR.”

“Kapan saatnya beli? Makin murah semakin bagus dan mungkin melihat tren harga sahamnya maka harga 400 bisa menjadi acuan harga tertinggi jika ingin membeli saham BUKA”

Disclaimer On ya. Resiko ditanggung sendiri ya

Mau Konsultasi Saham Online Dengan GRATIS?

Temukan Saham Fundamental Bagus, Undervalue dan Di Bawah Rp 1000/ lembar

Belajar Langsung Analisa Value Investing GRATIS Via Telegram di

Follow Instagram InveStory ID untuk hiburan bursa saham

Sumber :

1. https://money.kompas.com/

2. https://www.medcom.id/

3. https://startupstudio.id/

4. https://katadata.co.id/

5. https://investasi.kontan.co.id/

6. https://market.bisnis.com/

7. https://itstime.id/

8. https://www.cnnindonesia.com/

(Sudah dibaca 721 kali, Yang membaca hari ini 1 orang)
Share:

Yuk share pendapatmu di bawah ini