Kapan Waktu Yang TEPAT Membeli Saham? Kapan Waktu Yang TEPAT Untuk Average Down Atau Average Up?

Kapan Waktu Yang TEPAT Membeli Saham? Kapan Waktu Yang TEPAT Untuk Average Down Atau Average Up?

Saat menulis artikel ini saya agak ragu dengan judul yang mengatakan TEPAT.

Tidak ada 1 orang pun atau lembaga yang bisa menebak harga saham secara TEPAT walaupun bandar.

Eh tapi banyak rekomendasi saham grup yang bisa menebak besok mau naik?

Kalo kita ikuti bandar pasti bisa menebak?

Ya, semua yang dikatakan di atas hanyalah MENEBAK. Syukur tepat kalo tidak ya sudah.

Makanya dalam setiap rekomendasi grup trading selalu ada tulisan TP berapa, CL berapa karena untuk jaga-jaga. Kalo sudah yakin TEPAT mengapa masih ada potensi CL. Dan kalo tebakannya TEPAT maka dia akan masuk ke salah satu orang terkaya di Indonesia.

Begitu juga dengan investing, mereka hanya menerka berdasarkan aset yang ada dan kinerja yang ada, apakah sahamnya akan naiks sesuai dengan harapan? Bisa iya bisa tidak.

Sudah paham ya.

Disini saya tidak akan membahas tentang trading, atau mengomentari rekomendasi grup karena saya bukan trader atau penganut bandarmology.

Saya value investing ala-ala..hihi. Beli karena harga sahamnya masih undervalue dan jual di saat yang TEPAT MENURUT SAYA.

Saat saya jalan-jalan ke grup-grup investasi saham baik di Telegram, Facebook, maupun instagram banyak sekali pemula yang bertanya seperti ini

harga saham ABCD sudah turun sekian, apakah sudah bisa serok?

sebaiknya saya beli saham XXXX di harga berapa ya?

saya sudah minus sekian, apakah sebaiknya saya avg down

harga saham XXXX sudah terbang, saya bingung mau average up atau tidak?

kalo harganya sudah terbang perlu nambah lot enggak?

Saya akan ajarkan ilmunya pelan-pelan biar bisa dipahami bahkan dari mulai plannya, tips average down maupun average up hingga titik membelinya agar potensi cuanmu optimal.

Ingat ya..pelan-pelan dibaca.

DAFTAR ISI

A. Belum Memiliki Saham

B. Floating Loss

  1. Floating loss

  2. Average down

  3. Strategi average down

C. Floating Profit

  1. floating profit

  2. average up

  3. strategi average up

Dalam pembahasan tentang kapan waktu yang tepat untuk membeli saham ini saya pecah menjadi 3 kondisi yaitu

  1. Kita BELUM memiliki sahamnya alias mau membeli untuk pertama di portofolio
  2. Kita sudah punya tetapi minus alias FLOATING LOSS dan perlu melakukan average down
  3. Kita sudah punya tetapi plus alias FLOATING PROFIT dan apakah perlu melakukan average up

1. Belum Memiliki Saham

Pembahasan yang pertama kapan saat yang tepat membeli saham dalam kondisi kita belum memiliki saham yang kita incar di portofolio.

Misalnya kita sudah mencari berdasarkan 5 Jurus Sederhana Menemukan Saham Potensi Bagger kemudian kita menemukan saham yang layak yaitu saham AYAM.

Terus kapan waktunya kita untuk membeli?

Bagi pemula jelas sangat membingungkan karena grafik harian saham sangat fluktuatif naik turun

 

Di atas merupakan gambar grafik naik turunnya saham SIDO. Kadang di Rp 800 kadang Rp 790 kadang bahkan naik di harga Rp 810.

Membingungkan to?

Saya jelaskan pelan-pelan ya.

1. Cari saham yang berpotensi bagger sesuai dengan rumus disini

2. Hitung harga wajarnya menggunakan rumus Graham Number dengan rumus sebagai berikut

Harga Wajar = √22.5 x EPS x BVPS

Ket : dikali semua baru diakar

Kalian bisa langsung menggunakan file Excelnya di sini Kalkulator Saham

3. Menghitung MOSnya alias Margin of Safety.

Margin of Safety juga bisa dijadikan acuan berapa target cuan kita dari saham tersebut.

Ok akhirnya kita menemukan saham AYAM dan kita sudah menghitung harga wajarnya misal Rp 1000 dan saat ini harganya masih Rp 300.

Kita langsung buat planning berapa MOS yang akan kita ambil.

Misal kita akan ambil MOS 50% dari harga wajar yang artinya Rp 1000 x50% = Rp 500.

Berarti kita akan membeli saham AYAM di harga maksimal Rp 500 atau semakin turun semakin baik.

Kalo kita ambil MOS-nya hanya 30% maka kita bisa membeli maksimal di harga Rp 700.

Paham kan?

Disini misal kita sudah membeli saham AYAM di harga Rp 300.

Materi ini juga akan saya gunakan untuk 2 materi di bawah ini kapan Average Down dan kapan Average Up.

2. Sudah Memiliki Sahamnya Tetapi Minus alias Floating Loss (Average Down)

Ketika kita sudah membeli saham dan masuk ke portofolio maka kondisinya bisa menjadi floating loss. Di Bab B ini akan dijelaskan dulu tentang

  • floating loss
  • average down
  • strategi average down

1. Floating Loss

Floating loss adalah kerugian dari penurunan harga saham yang belum direalisasikan atau belum dijual

Jika kalian sudah merealisasikan atau menjual sahamnya maka disebut dengan Cut Loss atau jual rugi.

Jadi selama kalian belum menjualnya sahamnya floating loss itu biasa aja dan uang kalian masih tetap belum berkurang

Perhatikan gambar di atas, kita mengalami floating loss sebesar Rp 32000 tapi kita belum benar-benar kehilangan uang Rp 32000 selama kita belum menjualnya. Uang asli kita masih Rp 350000 (Shares Value)

Apakah floating loss itu bisa hilang? Ya bisa saat harga saham kita naik.

Sudah paham kan konsep floating loss.

2. Average Down

Nah sekarang kita akan membahas membeli saham saat saham kita floating loss.

Di luar sana banyak para investor pemula yang bingung saat sahamnya floating loss dan ingin membeli saham lagi agar kerugiannya tidak semakin dalam. Konsep ini dinamakan average down.

Average down atau avg down adalah keputusan membeli saham yang sama yang telah dimiliki sebelumnya ketika harga yang dimiliki sedang turun.

Menurut laman Investopedia.com ide dibalik strategi Average Down adalah agar harga saham tidak jatuh terlalu tajam dari harga semula sehingga harga dari saham tersebut lebih mudah naik ke harga awal. Serta ketika naik ke harga awal atau bahkan lebih tinggi, Investor terkait bisa lebih untung.

Berdasarkan gambar di atas saya memiliki saham HEXA dan ternyata mengalami floating loss 9%. Nah kita bisa mengurangi floating lossnya menjadi lebih sedikit dengan cara membeli saham yang sama dengan ketentuan tertentu.

3. Strategi average down

Saham dalam portofolio kita ternyata mengalami floating loss dan kita ada opsi untuk mendiamkan atau melakukan average down agar harga pembelian kita semakin turun.

Namun melakukan average down pun ada tekniknya agar tidak boncos.

Contoh average down boncos karena tidak ada ilmunya

Membeli saham harga 1000 kemudian pas turun ke 950 beli kemudian pas turun ke 900 beli lagi dan ternyata sahamnya turun terus sampai harga 600 dan kita sudah kehabisan modal untuk average down. Nah kita boncos namanya dan masih menderita floating loss yang besar.

Apa strategi average down?

  1. Perhatikan besaran saham yang mau di avg di porto
  2. Membeli dengan jumlah lot yang random
  3. Membeli dengan skema piramida
  4. Turun minimal sekian persen

1. Perhatikan besaran saham yang mau di avg di porto

Maksud dari poin pertama ini adalah jika kita punya saham AYAM dan ternyata saham AYAM sudah memiliki bobot 6juta dari modal kita yang hanya 10juta, artinya sudah 60% bobot porto kita hanya di saham AYAM.

Kalo situasinya seperti ini maka sebaiknya JANGAN AVERAGE DOWN lagi saham AYAM walopun harga sahamnya turun terus menerus.

Solusi dari problem ini yaitu

  • saat membeli sebaiknya sudah dipatok berapa persen yang akan digunakan untuk membeli saham AYAM dari total modal kita

2. Membeli dengan jumlah lot yang random

Artinya membeli asal saja yang penting nambah lot dan mengurangi floating loss.

3. Membeli dengan skema piramida

Membeli kembali saham yang sudah kita miliki yang sedang floating loss dengan skema 1: 3 : 5. Jadi misal kita membeli pertama 10 lot kemudian turun maka kita beli lagi 30 lot eh turun lagi kita bisa beli lagi 50 lot.

4. Turun minimal sekian persen

Poin keempat ini yang PALING PENTING.

Sudah baca cerita di ini kan

Membeli saham harga 1000 kemudian pas turun ke 950 beli kemudian pas turun ke 900 beli lagi dan ternyata sahamnya turun terus sampai harga 600 dan kita sudah kehabisan modal untuk average down. Nah kita boncos namanya dan masih menderita floating loss yang besar.

Itu contoh melakukan average down tanpa ilmu. Sekarang bagaimana caranya?

Melakukan average down dengan penurunan paling tidak 10% atau lebih.

Bisa 10% bisa lebih atau kurang.

10% itu dari harga pembelian kita bukan dari penurunan harga.

Ingat harga pembelian ya bukan harga sahamnya di bursa.

Contoh detailnya seperti ini akhirnya kita kembali ke saham AYAM yang sudah kita beli di harga Rp 300 dengan jumlah 10lot dan ternyata saham tersebut turun menjadi Rp 270 maka kita MULAI average down.

Berapa lot sebaiknya average down?

Tergantung modal.

Kalo kita pake poin 1 alias random maka kita beli berapapun lotnya

Contoh

Beli pertama saham AYAM di harga Rp 300 sebanyak 10 lot.

Sekarang harganya turun ke 270 maka kita akan membeli saham AYAM sebanyak 10 lot karena keterbatasan dana sehingga rata-rata sekarang adalah Rp 285 dengan jumlah 20 lot.

Sekarang jika kita menggunakan konsep yang kedua alias skema piramida 1:3:5 maka kita akan membeli dengan kali 3 alias 30lot.

Beli pertama saham AYAM di harga Rp 300 sebanyak 10 lot.

Sekarang harganya turun ke 270 maka kita akan membeli saham AYAM sebanyak 30 lot sehingga rata-rata sekarang adalah Rp 277.50 dengan jumlah 40 lot.

Kapan kita beli lagi?

Saat harganya turun menjadi Rp 250 alias turun 10% dari harga milik kita yang Rp 277.50. Berapa belinya? 50 lot.

Apa artinya average down bagi investor? Kondisi ini membuat harga rata-rata pembelian sahamnya menjadi lebih rendah daripada sebelumnya. Dengan demikian, untuk mendapatkan keuntungan, investor itu tidak perlu menunggu hingga harga saham tersebut melewati Rp300 (pembelian pertama), melainkan cukup Rp277.50.

Paham ya?

3. Sudah Memiliki Sahamnya Tetapi Plus alias Floating Profit (Average Up)

Ketika kita sudah membeli saham dan masuk ke portofolio maka kondisinya bisa terjadi  floating profit/. Di Bab C ini akan dijelaskan dulu tentang

  • floating profit
  • average up
  • strategi average up

1. Floating Profit

Floating profit adalah keuntungan dari kenaikan harga saham yang belum direalisasikan atau belum dijual

Jika kalian sudah merealisasikan atau menjual sahamnya maka disebut dengan Taking Profit atau jual untung.

Jadi selama kalian belum menjualnya sahamnya floating profit itu biasa aja dan uang kalian masih tetap belum bertambah

Perhatikan gambar di atas, kita mengalami floating profit sebesar Rp 140.000 tapi kita belum benar-benar mendapat keuntungan uang Rp 140.000 selama kita belum menjualnya. Uang asli kita Rp 2.04juta (Shares Value)

Apakah floating profit itu bisa hilang? Ya bisa saat harga saham kita turun.

Sudah paham kan konsep floating profit. Jadi jangan bangga cuan sekian persen kalo memang belum dijual.

2. Average Up

Nah sekarang kita akan membahas membeli saham saat saham kita floating profit.

Di luar sana banyak para investor pemula yang bingung saat sahamnya floating profit dan bingung apakah sahamnya dibiarkan saja atau menambah lot.

Kadang ada rasa kekhawatiran atau ketakutan kalo ditambah maka floating profitnya hilang. Padahal yang penting itu bukan floating profitnya tetapi lotnya yang besar dan nanti cuannya besar juga.

Contoh beli saham 10 lot seharga Rp 1000 dan ternyata naik menuju Rp 1200 artinya kita floating profit 20% alias potensi keuntungan kita Rp 200.000.

Akhirnya kita melakukan average up di harga Rp 1200 sebanyak 10 lot sehingga harga rata-ratanya menjadi Rp 1100 dengan jumlah 20 lot. Dan ternyata kita potensi profitnya tetap Rp 200.000 dengan jumlah ot lebih banyak.

Situasi dimana kita ingin membeli lagi saham yang floating profit namanya average up.

Average up atau avg up adalah keputusan membeli saham yang sama yang telah dimiliki sebelumnya ketika harga yang dimiliki sedang naik.

3. Strategi average up

Dalam melakukan average up kita juga perlu Kalo average up nanti akan ada 2 versi :

a. Saat harga naik maksimal 5%

Contoh saham AYAM tadi yang harganya Rp 300 dengan target harga wajar Rp 1000.

Maka saat saham tersebut naik ke harga Rp 315 maka kita sudah tidak akan membeli lagi alias average up.

b. Saat target MOS-nya masih belum tercapai.

Margin of  Safety (MOS) adalah selisih harga saham saat ini dengan nilai intrinsiknya/ harga wajarnya.

Dan di poin b ini saya juga masih akan membagi dengan 2 konsep:

Konsep pertama : harga maksimal pembelian

Contoh menggunakan saham AYAN.

Kita mempunyai target menjual saat harga wajarnya terpenuhi yaitu di harga Rp 1000 dan kita menggunakan Margin of Safety 50% alias maksimal pembelian saat harga maksimal pembelian Rp 500

Dan kita membeli pertama di harga Rp 300, kemudian naik ke Rp 350 kita tetap bisa average up. Saat harga saham mulai terbang lagi di atas Rp 500 baru kita stop membeli.

Konsep kedua : harga rata-rata yang kita miliki

Di konsep pertama, kita akan stop melakukan average up saat harga sudah mentok di Rp 500.

Di konsep kedua ini kita bisa saja membeli saham di atas harga Rp 500 semisal 550 atau bahkan Rp 600 asalkan harga rata-rata yang kita miliki hasilnya masih dibawah Rp 500.

Contoh kita membeli pertama Rp 300 sebanyak 10 lot. Saat harganya naik ke Rp 350 kita membeli lagi 10 lot artinya harga rata-ratanya sekarang Rp 325 dengan jumlah 20 lot.

Eh tiba-tiba sahamnya terbang lagi dan berhenti di harga Rp 550. Kita tetap membeli 10 lot lagi di harga Rp 550 maka kita mempunyai harga rata-rata Rp 333.33 dengan jumlah 30 lot.

Terbang lagi sampai harga Rp 650 dan kita masih ingin mengkoleksi dan membeli 30 lot lagi di harga Rp 650 maka harga rata-rata yang kita miliki adalah Rp 491.67 dengan jumlah 60 lot.

Setelah itu harganya terbang lagi dan lagi menuju Rp 800 maka kita sudah stop membeli karena harga rata-rata kita sudah hampir menyentuh Rp 500 alias Rp 491.67.

Paham ya?

Konsep kedua ini cocok diterapkan bagi yang membeli lot kecil di awal sebagai bahan coba-coba atau istilahnya nitip sandal.

Bagaimana sudah paham kan?

Saya kasih bonus kalkulator untuk menghitung average down atau average up ya

Tinggal diganti saja angka lot, buy price, new lot, buy pricenya

Sumber :

1. https://bigalpha.id/

2. https://www.simulasikredit.com/

(Visited 937 times, 1 visits today)

Leave a Reply

Artikel Lainnya