Sekarang ini di tahun 2022 gencar ada istilah perusahaan teknologi yang mengusung konsep new economy.

Semua berbondong-bondong menjadikan dirinya sebagai perusahaan teknologi dengan tujuan agar relevan dengan realita.

Entah apa yang dilakukan, apakah memang basis bisnisnya memang teknologi atau hanya sekadar latah.

Oleh karena itu kita WAJIB mengetahui definisi tentang

  • apa pengertian perusahaan teknologi
  • apa pengertian new economy
  • bagaimana melihat sebuah perusahaan teknologi yang baik

Mengutip dari web https://qwords.com/, Perusahaan teknologi adalah perusahaan yang berbasis elektronik, contoh bisnisnya seperti software, internet, perangkat komunikasi, hardware komputer, semikonduktor, e-commerce dan layanan komputer lainnya.

Beberapa contoh perusahaan teknologi di dunia yaitu :

1. Apple

2. Microsoft

3. Amazon

4. Alphabet

5. Facebook

6. NVIDIA

7. TSMC (Taiwan Semiconductor Manufacturing Company Limited)

Namun saya melihat ada hal yang perlu kita telaah lebih jauh yaitu ada perusahaan teknologi yang memang menciptakan produk hardware (handphone, semikonduktor, kartu grafis, hingga mesin-mesin) dan perusahaan yang menciptakan software atau produk digital (facebook, amazon, microsoft).

Dan saya akan berfokus ke dalam perusahaan yang memang hanya menjual produk dalam bentuk software atau digital karena kalo menjual hardware tetap menjual barang atau aset secara fisik. Dari istilah ini maka lahirlah kelanjutan lain yaitu perusahaan digital.

Mengutip dari web http://dinus.ac.id/, Perusahaan digital adalah perusahaan yang semua hubungan bisnis yang signifikan seperti pelanggan, pemasok, tenaga kerja, bahkan kompetitor dapat dimediasi dan dihubungkan secara digital. Bahkan secara umum aset pokok perusahaan sebagai bisnis intinya adalah produk digital.

Contohnya adalah Facebook.

Bisnis inti dari Facebook adalah sosial media yang menghubungkan orang-orang dalam dunia maya. Kita tidak bisa memegang secara fisik produk-produk dari Facebook, namun kita bisa menggunakannya yaitu Facebook, Instagram, Whatsapp.

Bisnis inti dari Microsoft adalah sebuah program yang bisa digunakan untuk menulis, menghitung, presentasi dll. Kita tidak bisa memegang secara fisik produk-produk dari Microsoft, namun kita bisa menggunakannya yaitu Word, Excel, Power Point dll.

Ada lagi seperti Amazon yang tidak ada toko secara fisik (bisnis intinya), namun kita bisa menggunakannya untuk berbelanja.

Bahkan akhir-akhir ini ada istilah lanjutan dari perusahaan digital ini yaitu perusahaan yang sama sekali tidak punya bisnis inti namun tetap bisa berbisnis.

Contoh yaitu

AirBnB : bisnis inti adalah tempat hunian tetapi tidak punya hotel, rumah dll.

Spotify : bsinis inti adalah jualan lagu namun tidak memiliki label dan jaringan penyanyi

Di Indonesia ada Gojek yaitu perusahaan transportasi namun tidak punya armada.

Atau Tokopedia yaitu perusahaan jual beli namun tidak memiliki 1 pun produk.

Melanjutkan pembahasan tentang perusahaan digital yang proses bisnisnya diselesaikan melalui jaringan digital yang bisa membuat pimpinan perusahaan lebih cepat mendapatkan informasi mengenai keadaan internal organisasi sekaligus lingkungan eksternal organisasi dan mampu dengan cepat mendeteksi dan merespon perubahan lingkungan.

Karena perusahaan di atas memang tidak memiliki aset fisik yang dijualbeli maka mereka membuat jargon tentang masa depan.

Mereka mengatakan jangan melihat perusahaan digital sekarang tetapi lihatlah masa depan.

Apakah memang cukup seperti itu?

Menurut saya tidak karena bagaimanapun juga yang namanya perusahaan haruslah menciptakan profit atau keuntungan bukan hanya jualan jargon apalagi yang menjual jargon adalah perusahaan digital yang sekali ada teknologi baru maka bisa saja langsung lenyap.

Saya membuat semacam pedoman kecil tentang apa saja yang sebaiknya dilihat di perusahaan digital ini :

1. Jumlah user atau customer

Semua perusahaan jelas harus mencari pembeli atau customer untuk membeli produk yang dibuatnya.

Ada yang mencari customer dengan mati-matian, ada yang malah sukarela seperti Apple fansboy.

Namun ada perbedaan sedikit terkait dengan customer di perusahaan digital.

Era saat ini yang pertama dikoleksi oleh perusahaan digital adalah jumlah user bukan customer.

User adalah orang umum yang menggunakan produk dari perusahaan digital dan umumnya belum melakukan pembelian apapun alias belum menjadi customer.

Perusahaan digital berharap dengan banyaknya user maka nantinya akan menjadi customer. Pembahasan lanjutan ada di poin no 2.

Dan umumnya untuk menggaet user atau customer, perusahaan digital akan melakukan kegiatan bakar duit alias jor-joran dalam membelanjakan uangnya.

2. Pemanfaatan data dari user

Setelah memiliki banyak user maka perusahaan ini mulai menganalisa untuk memanfaatkan user.

Ada yang langsung berjualan produk ke user.

Contohnya Microsoft yang customernya langsung beli produk microsoft.

Ada yang cukup mengumpulkan data dari user dan mengolahnya data tersebut menjadi big data yang siap digunakan.

Big data ini bisa dikelola sendiri untuk kemudian berjualan produk atau bisa dijual ke pihak ketiga dan pihak ketiga inilah yang menjadi customer.

Contoh yang berjualan produk sendiri menggunakan big data yang sudah dikumpulkan adalah Amazon. Mereka melakukan analisa berdasar kebiasaan orang berkunjung dan membeli di web Amazon. Kemudian Amazon mengolahnya dan memberikan preferensi ke user tersebut tentang produk-produk yang mungkin dibeli oleh user ini.

Contoh perusahaan yang mengumpulkan big data kemudian menjual ke pihak ketiga adalah Facebook. Mereka tidak menjadikan user ini sebagi customer tetapi sebagai sumber data yang nantinya data ini dijual ke pihak ketiga sehingga yang menjadi customer facebook justru pihak ketiga yang membeli data user.

Contoh yang mirip Facebook ada Google.

3. Infrastruktur atau ekosistem atau inovasi

Perusahaan digital ini memang tidak mempunyai aset fisik sehingga sangat rentan apabila ada teknologi yang lebih bagus, fitur lebih bagus dsb.

Dulu ada friendster yang hancur karena dihantam oleh Facebook.

Dulu ada OS Symbian yang tiba-tiba hilang dihantam oleh Android dan IOS.

Oleh karena itu perusahaan digital juga WAJIB memiliki infrastruktur, ekosistem dan inovasi yang bisa digunakan untuk melanggengkan kehidupan perusahaan tersebut.

Contoh Facebook yang awalnya menguasai sosial media berbasis tulisan. Kemudian datang perusahaan yang mempunyai sosial media dan berbasis gambar yaitu Instagram.

Facebook tidak mau repot untuk berkompetisi sehingga langsung akuisisi Instagram. Langkah ini juga diterapkan saat Facebook mengakuisisi Whatsapp.

Untuk ekosistem yang bisa sedikit dijadikan contoh adalah Gojek.

Berawal dari tukang ojek alias goride kemudian ekosistemnya melebar ke gofood dan melebar lagi ke finansial yaitu Goto dan melebar lagi menjadi marketplace yaitu GoTo (merger dengan Tokopedia)

4. Monopoli

Kembali lagi ditekankan bahwa perusahaan digital sangat rentan terkena disrupsi karena teknologi sangat dinamis sehingga opsinya harus mengakuisisi perusahaan lain yang sekiranya mempunyai alur bisnis yang sama dan sekaligus menciptakan ekosistem.

Karena inilah perusahaan seperti Facebook mengakuisisi Instagram, Whatsapp

Karena inilah perusahaan seperti Google mengakuisisi Youtube, Android.

Karena inilah perusahaan seperti Gojek merger dengan Tokopedia.

Namun apakah hanya karena takut dengan kompetitor? TIDAK.

Ujung dari akuisisi, merger dll adalah MONOPOLI.

5. Kemampuan mengambil dan memaksimalkan keuntungan

Perusahaan tetaplah perusahaan yang harus mencari profit untuk kelangsungan hidupnya. Konsep yang berbeda dengan badan amal.

Termasuk juga dengan perusahaan digital yang WAJIB mengambil keuntungan dari bisnisnya.

Setelah berdarah-darah untuk mencari user, mencari data, membangun ekosistem hingga berusaha memonopoli di area bisnisnya maka saatnya untuk mengambil keuntungan bahkan tidak hanya mengambil tetapi memaksimalkan keuntungan yang ada.

Jadi kesimpulannya adalah jika teman-teman ingin berinvestasi di perusahaan  digital, hal yang harus dilihat adalah

1. ekosistem perusahaan tersebut

2. kemampuan perusahaan bisa menghasilkan revenue dari operasionalnya.

Jadi jangan sampe membeli saham perusahaan yang hanya karena hype digital atau menggunakan teknologi terbaru.

Sumber :

1. https://qwords.com/

2. http://dinus.ac.id/

3. https://blog.ub.ac.id/

(Sudah dibaca 135 kali, Yang membaca hari ini 1 orang)
Share:

Yuk share pendapatmu di bawah ini